BACA JUGA : Al Mu’minien Berdiri Di Atas dan untuk Semua Golongan
Seminggu ini merupakan hari yang istimewa bagi saya. Sebagai pengawas ujian, mengingatkan memori masa lalu saat tinggal di pesantren. Pasalnya saat melihat tingkah santri yang sedang melaksanakan ujian semester memberikan kesan yang sangat berharga. Kesan ini juga tentu saja terasa bagi alumni yang melewati kehidupan Pondok Pesantren.
Ada keistimewaan yang santri miliki dalam menghadapi ujian, beberapanya adalah ketekunan dalam belajar daripada hari biasanya. Sifat sifat seorang santri akan terlihat saat masa-masa ujian, ada yang menganggap ujian merupakan media melatih diri adapula anggapan bahwa ujian adalah penanda seorang santri semakin dekat dengan perpulangan.
Dulu almaghfurlah kiai Idris Djauhari sering kali dawuh untuk memotivasi santri-santrinya yang menghabiskan harinya hanya untuk menunggu perpulangan, padahal akan datang pula saatnya tanpa penantian. Ujian akan membuatmu mulia, ujian pula yang akan membuatmu hina. Nasehatnya.
Motivasi sederhana itu membuat isi kepala kami berputar keras. Rasanya ada hantaman ombak yang menyapu rasa malas kami, tekad bulat untuk menjadi mulia. Selain itu, tamparan itu semakin menjadi saat hampir setiap malam wali kelas memberikan wejangan motivasi kepada anak-anaknya agar tak menjadi hina karena ujian. Akan ada cela bagi walikelas jika anaknya bermasalah dengan akademik di kelasnya.
Suasana Hari-hari Ujian
Tatkala sepertiga malam datang, suasana hening berubah menjadi ramai. Sahut-sahutan para santri yang menghapal pelajaran hampir terdengar di pojok-pojok asrama, bagi yang ingin lebih syahdu bisa berpindah menuju masjid. Pak kiai memberikan kebebasan saat malam ujian bagi siapa yang menginginkan waktu tidurnya untuk digunakan belajar, Wali kelas menyambut baik dengan membangunkan anaknya bagi yang ingin belajar dengan tanda-tanda tertentu. Biasanya hasduk pramuka yang terpasang di lengan. Seserius itu kami berfikir dan bertindak untuk berusaha memuliakan diri dengan ujian.
Kini, hampir 15 tahun kenangan itu muncul kembali mengorek memori lama saat-saat nyantri, di tengah-tengah mereka yang masih nyantri, mengerjakan soal-soal ujian kelak mereka akan mendapatkan keringat hasil usahanya.
Saat ini para santri sedang menanam benih kebaikan dalam dirinya, tentu saja benih yang ditanam itu tidak serta merta langsung tumbuh dan berkembang. Benih yang ditanam harus disiram, dipupuk, dipisahkan dari penyakit dan diberikan nutrisi yang pas agar mendapatkan hasil maksimal. Mengingatkan pepatah arab siapa yang menanam dia yang menuai.
Mereka belajar dalam rangka menjahit nasibnya di masa yang akan datang, jahitan itu haruslah rapi dan sesuai dengan arahnya. Mereka menghapal, memahami, berdiskusi dan menyelesaikan persoalan yang dia hadapi dalam kesehariannya akan menjadi modal berharga kelak.
*Catatan ini untuk mengisi waktu saat menjadi pengawas ujian semester.
MashaAllah Tabarakallah Gus Ghazi,, semoga sukses !